Selasa, 12 Oktober 2010

KREDIT UNION


NAMA     : FADILA WIDIANTI
KELAS    : 2EA15
NPM        : 13209453
Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Koperasi kredit memiliki tiga prinsip utama yaitu: 1) azas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya); 2) azas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota) dan 3) azas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama; hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).

Sejarah

Sejarah koperasi kredit dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat.
Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran.
Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin.
Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin.
Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya.
Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.”
Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya.
Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.

09 November 2009

Koordinasi Tim Credit Union Keuskupan Surabaya

Tanggal 11 Oktober 2009 lalu, Komisi PSE Keuskupan Surabaya mengadakan pertemuan tim Credit Union (CU) Keuskupan di Wisma Kasih Yohanes di Puhsarang. Pertemuan ini menindaklanjuti pertemuan 8-9 Agustus di Wisma Unio, Nganjuk untuk menyiapkan bahan sosialisasi pelatihan CU di paroki-paroki. Tim CU Keuskupan merancang agenda sosialisasi per Vikep dan pelatihan. Sosialisasi dan pelatihan diutamakan bagi paroki yang belum ada CU atau ada namun bermasalah.

Program Komisi PSE untuk konsisten menjadikan CU sebagai gerakan sampai batas waktu tidak menentu. Komisi PSE mengaktifkan tim CU Keuskupan dan tim CU kevikepan untuk memberikan animasi dan sosialisasi. Diharapkan deapat memfasilitasi pelatihan-pelatihan seperti Pendidikan Dasar Manajemen Koperasi, khususnya tentang kredit macet, analisa kesehatan CU, memasarkan CU, mengembangkan aset dan membangun jaringan antar CU di Keuskupan Surabaya. Untuk itu, materi pendidikan yang akan dibahas yakni agenda sosialisasi koperasi kredit di Paroki (Bp. Ary Nugroho), audit internal memperkuat kemandirian CU dan membangun spiritualitas pengurus (Bp. A. Boyni), nilai jatidiri CU (Bp. RN. Bambang Gunadi), manajemen pelayanan anggota (Bp. Ign. Sunarman), manajemen keuangan pengurus dan pengawas (Bp. G. Dwi Santosa), laporan keuangan pengawas (Bp. Sunardi), service excellent (Bp. Jemingin), pola pelayanan pinjaman (Bp. Thomas Suharu) dan jaminan pinjaman (Bp. Sardiono).

Persoalan yang muncul dalam menjaring anggota dengan konsep members get members, pengurus atau pengawas tidak paham Tupoksi, CU tidak memiliki pola kebijakan tertulis, CU tidak memiliki manajemen, pendidikan anggota atau pengurus, rekoleksi pengurus, eksklusivitas, kerdit macet, anggota tidak aktif atau tidak tahu kewajiban, pengurus tidak konsisten menjalankan kewajiban atau tidak peduli, pola kebijakan tidak jelas, CU belum masuk jaringan Puskopdit, tertarik dengan CU tetapi berat memulai, trauma dengan kegagalan koperasi, belum sadar krisis ekonomi atau manfaat CU, tidak ada penggerak atau pionir, tidak ada dukungan dari pastor paroki atau DPP dan kegiatan jasa keuangan ada namun belum CU.

Menurut Ketua Komisi PSE Keuskupan Surabaya, Rm. A. Luluk Widyawan, Pr pertemuan para anggota tim tersebut untuk mengumpulkan bahan-bahan pendampingan dan pelatihan yang sudah disiapkan sebelumnya. Bahan-bahan tersebut disharingkan bersama, ditanggapi oleh seluruh anggota dan diberi tambahan seperlunya. Sehingga bahan tersebut menjadi penuh dan lengkap. Bahan yang terkumpul akan dikompilasi menjadi satu. Pada pertemuan berikutnya, pada bulan Desember, bahan yang sudah ada dikumpulkan akan ditanggapi oleh semua anggota tim sehingga setiap anggota tim memiliki kemampuan yang sepadan dalam menguasai bahan dan mampu menterjemahkan bahan tersebut pada saat menjadi fasilitator di vikep-vikep.

Pertemuan tersebut juga merancang jadwal sosialisasi gerakan CU yang akan diadakan di setiap vikep. Jadwal sosialisasi mulai bulan Maret 2010. Para fasilitator dibagi setiap vikep. Selain itu akan diadakan kesempatan evaluasi gerakan CU di Keuskupan Surabaya 3 bulan sesudahnya.

Dengan adanya tim CU dan sosialisasi CU disemua Vikep di Keuskupan Surabaya diharapkan terjadi pemberdayaan para aktivis gerakan CU, sehingga gerakan CU semakin digemakan dan CU menjadi pilihan dalam karya sosio-pastoral yang community based, bersifat pemberdayaan, bukan karitatif sebagaimana amanat Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005 bahwa CU merupakan alternatif mengatasi kemiskinan dengan mengutamakan pilihan menabung (Rm. GAS Andri Cahyono, peminat CU)
Selamat Datang di CUKB Site
Print

Credit Union Khatulistiwa Bakti (CUKB) merupakan sebuah lembaga keuangan berbasis masyarakat yang berwatak sosial. Bergerak dalam usaha simpan pinjam, dimana modal diperoleh dari simpanan para anggotanya sebagai pemegang saham, sehingga pemberian pinjaman hanya diberikan kepada anggotanya.
Sistem keswadayaan dan solidaritas sangat dijunjung tinggi sebagai dasar serta pilar berkembangnya Credit Union Khatulistiwa Bakti.  Dalam mewujudkan terlaksananya sistem tersebut maka CUKB memberikan pendidikan kepada para anggotanya supaya anggota dapat memahami bagaimana mengelola keuangan yang baik, mengembangkan kebiasaan menabung dan berinvestasi, mengerti pola kebijakan yang berlaku, memahami hak maupun kewajiban sebagai anggota. Dan masih banyak jenis pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh CUKB antara lain pelatihan Community Organizer (CO), pelatihan Pembukuan Dasar dan Lanjutan, motivasi bagi anggota lama dan lain sebagainya.
CUKB bernaung di bawah koordinasi BKCUK (Badan Koordinasi Credit Union Kalimantan).
Sejak berdiri tanggal 12 Mei 1985, banyak hambatan dan rintangan yang telah dilalui oleh CUKB. Namun berkat keteguhan, keyakinan, kerja keras, serta semangat para pendiri dan aktivis maupun anggota, CUKB dapat tetap  memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh anggotanya dengan tujuan  meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan sosial ekonomi para anggotanya, sebagai sarana investasi dan sumber kredit yang murah bagi anggota.
Tahun 2010 ini CUKB akan berulang tahun yang ke-25. CUKB selalu berbenah diri  dan berinovasi dalam bidang pelayanan, produk, pelatihan, manajerial dan sebagainya dalam rangka menghadapi perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi serta persaingan global.
Mengenal Pengertian Analisa & Fungsi Laporan Keuangan Untuk Credit Union

1. Pengertian
Laporan Keuangan Credit Union (LKSB) merupakan informasi bagi anggota khususnya, pihak lain dan masyarakat umumnya, melalui proses pembandingan, evaluasi dan analisa keuangan sehingga dapat diprediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Analisa Laporan Keuangan adalah suatu proses yang penuh pertimbangan dalam membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, tujuan utamanya, menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja CU di masa yang akan datang.
Analisis Laporan Keuangan adalah aplikasi dari berbagai alat dan teknik analisis pada laporan dan data keuangan untuk memperoleh ukuran – ukuran dan hubungan – hubungan yang berarti dan berguna dalam proses pengambilan keputusan. Analisa Laporan Keuangan mengkonversi data-data menjadi informasi.
2. Fungsi Analisa Laporan Keuangan
Analisa Laporan Keuangan berfungsi sebagai :
  • Sebagai alat saringan (screening) awal dalam memilih alternatif untuk berinvestasi.
  • Sebagai alat prediksi (forecasting) mengenai kondisi dan kinerja keuangan di masa yang akan  datang.
  • Sebagai proses diagnosis terhadap masalah – masalah manajemen, operasional atau masalah lainnya (alat evaluasi manajemen).
Analisis hubungan antara suatu angka dengan angka lain dalam analisis laporan keuangan, dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut ;
  • Antara pos – pos yang terdapat dalam la poran keuangan untuk periode yang sama;
  • Antara pos – pos yang terdapat dalam laporan keuangan dengan pos – pos yang sama pada
    laporan keuangan sebelumnya;
  • Antara pos – pos yang terdapat pada laporan keuangan yang sama dalam CU lain.
Kantor akuntan publik menggunakan audit keuangan atau audit laporan keuangan. Tujuan akhirnya mengetahui bagaimana keuangan suatu perusahaan/organisasi, dsb. Semoga bermanfaat.

MICROFINANCE, YOUTH AND CONFLICT : WEST BANK STUDY



 EXECUTIVE SUMMARY
This study on Microfinance, Youth and Conflict in the West Bank is
part of the Microfinance, Youth and Conflict research initiative under
the USAID-funded Accelerated Microenterprise Advancement
Program (AMAP) Financial Services Knowledge Generation Task
Order #1 and the USAID-funded EQUIP3 (Education Quality
Improvement Program) mechanism1. This research initiative is a
partnership between Chemonics, Education Development Center,
Inc., and USAID’s Offices of Microenterprise Development and
Education, and represents an important collaboration between youth
and microfinance specialists. The primary objective is to collect
information on current practices and opportunities for microfinance
with youth in conflict-affected areas. The results of this initiative are
intended to provide guidance to donors and practitioners for making
sound decisions for youth and microfinance programming in conflictaffected
areas.

INTRODUCTION
OVERVIEW OF THE RESEARCH INITIATIVE
This study on Microfinance, Youth and Conflict in the West Bank is
part of the Microfinance, Youth and Conflict research initiative under
the USAID-funded Accelerated Microenterprise Advancement Program
(AMAP) Financial Services Knowledge Generation Task Order #1 and
the USAID-funded EQUIP3 (Education Quality Improvement
Program) mechanism. This research initiative is a partnership between
Chemonics, Education Development Center, Inc., and USAID’s
Offices of Microenterprise Development and Education, and represents
an important collaboration between youth and microfinance specialists.
The primary objective of the research initiative is to collect information
on current practices and opportunities for enterprise development,
specifically microfinance, with youth in conflict-affected areas. The
results are intended to provide guidance to donors and practitioners for
making sound decisions for youth and microfinance programming in
conflict-affected areas. The intended audience for this case study is: (i)
USAID field missions; (ii) USAID/USG offices; and (iii) development
practitioners, such as staff of microfinance institutions (MFIs), relief
organizations, and youth-serving organizations (YSOs).